Sahabat Ikon

Powered By Blogger

Tuesday, March 23, 2010

10 Sahabat Mendapat Jaminan Syurga

ZAID BIN ‘AMR BIN NUFAIL

Kirim Print

Beliau adalah Sa’id bin Zaid –semoga Allah meridloinya- salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, tumbuh di rumah dan keluarga yang tidak merasa asing akan iman, bapaknya bernama Zaid bin Amru bin Nufail yang sudah sejak lama meninggalkan sembahan berhala, dan kembali kepada menyembah Allah dan agama Ibrahim, dimana beliau pernah menyandarkan kepalanya di dinding Ka’bah dan berkata : “Wahai penduduk Quraisy, demi Allah tidak ada seorangpum selain saya yang mengikuti agama nabi Ibrahim”. (Ibnu Hisyam), Sa’id tumbuh yang semenjak kecilnya dengan agama yang suci seperti bapaknya, dan saat mendengar seruan Islam beliaupun segera memeluk Islam, yaitu pada saat Rasulullah saw masuk ke dalam Rumah Al-Arqom bin Abi Al-Arqam, bersama istrinya Fatimah binti Khattab.

Zaid banyak menanggung beban penyiksaan selama berada di jalan Allah, dimana keduanya yang menyebabkan Umar masuk Islam; saat Umar mendatangi rumahnya yang sedang membaca Al-Qur’an bersama Khabbab bin Al-Art, maka Umarpun mengambil Sohifah itu dari keduanya dan membaca isinya, hingga Allah memberikan kelapangan dadanya dan mengiklankan diri untuk masuk Islam.

Sa’id pernah hijrah ke Habsyah, kemudian Madinah, dan Rasulullah saw mempersaudarakan beliau dengan Ubay bin Ka’ab –semoga Allah meridloi keduanya-.

Rasulullah saw pernah mengutus beliau bersama Tolhah bin Ubaidillah untuk mengintai kafilah Quraisy yang pulang dari berniaga, dan saat keduanya melaksanakan tugas terjadilah perang Badar yang berakhir dengan kemenangan untuk kaum muslimin, kemudian keduanya pulang dan Rasulullah saw memberikan kepada keduanya bagian dari harta rampasan perang. Sa’id terkenal dengan keberaniannya dan kegagahannya, dan selalu mangikuti setiap peperangan.

“Wahai Allah jika Engkau mengharamkanku dari agama yg lurus ini janganlah anakku Sa’id diharamkan pula daripadanya.” . Zaid bin Amr bin Nufail berdiri di tengah-tengah orang banyak yg berdesak-desakan menyaksikan kaum Qurays berpesta merayakan salah satu hari besar mereka. Kaum pria memakai serban sundusi yg mahal yg kelihatan seperti kerudung Yaman yg lbh mahal. Kaum wanita dan anak-anak berpakaian bagus warna menyala dan mengenakan perhiasan indah-indah. Hewan-hewan ternak pun dipakaikan bermacam-macam perhiasan dan ditarik orang-orang utk disembelih di hadapan patung-patung yg mereka sembah. Zaid bersandar ke dinding Kakbah seraya berkata “Hai kaum Qurays! hewan itu diciptakan Allah. Dialah yg menurunkan hujan dari langit supaya hewan-hewan itu minum sepuas-puasnya. Dialah yg menumbuhkan rumput-rumputan supaya hewan - hewan itu makan sekenyang-kenyangnya. Kemudian kalian sembelih hewan-hewan itu tanpa menyebut nama Allah. Sungguh bodoh dan sesat kalian.” Al-Khattab ayah Umar bin Khottob berdiri menghampiri Zaid lalu ditamparnya Zaid. Kata Al-Khattab “Kurang ajar kau! kami sudah sering mendengar kata-katamu yg kotor itu namun kami biarkan saja. Kini kesabaran kami sudah habis!” Kemudian dihasutnya orang-orang bodoh supaya menyakiti Zaid. Zaid benar-benar disakiti mereka dgn sungguh-sungguh sehingga dia terpaksa menyingkir dari kota Mekah ke Bukit Hira. Al-Khattab menyerahkan urusan Zaid kepada sekelompok pemuda Qurasy utk menghalang-halanginya masuk kota. Karena itu Zaid terpaksa pulang dgn sembunyi-sembunyi. Kemudian Zaid bin Amr bin Nufail berkumpul ketika orang-orang Qurasy lengah bersama-sama dgn Waraqah bin Naufal. Abdullah bin Jahsy Utsman bin Harits dan Umaimah binti Abdul Muthallib bibi Muhammad saw. Mereka berbicara tentang kepercayaan masyarakat Arab yg sudah jauh tersesat. Kata Zaid “Demi Allah! sesungguhnya Saudara-Saudara sudah maklum bahwa bangsa kita sudah tidak memiliki agama. Mereka sudah sesat dan menyeleweng dari agama Ibrahim yg lurus. Karena itu marilah kita pelajari suatu agama yg dapat kita pegang jika Saudara-Saudara ingin beruntung.” Keempat orang itu pergi menemui pendeta-pendeta Yahudi Nasrani dan pemimpin-pemimpin agama lain utk menyelidiki dan mempelajari agama Ibrahim yg murni. Waraqah bin Naufal meyakini agama Nasrani. Abdullah bin Jahsy dan Utsman bin Harits tidak menemukan apa-apa. Sementara Zaid bin Amr bin Nufail mengalami kisah tersendiri. Marilah kita dengar ceritanya. Kata Zaid “Saya pelajari agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi keduanya saya tinggalkan krn saya tidak memperoleh sesuatau yg dapat menenteramkan hati saya dalam kedua agama tersebut. Lalu saya berkelana ke seluruh pelosok mencari agama Ibrahim. Ketika saya sampai ke negeri Syam saya diberitahu tentang seorang Rahib yg mengerti ilmu kitab. Maka saya datangi Rahib tersebut lalu saya ceritakan kepadanya tentang pengalaman saya belajar agama.” Kata Rahib tersebut “Saya tahu Anda sedang mencari agama Ibrahim hai putra Mekah?”Jawabku “Betul itulah yg saya inginkan.”Kata Rahib “Anda mencari agama yg dewasa ini sudah tak mungkin lagi ditemukan. Tetapi pulanglah Anda ke negeri Anda. Allah akan membangkitkan seroang nabi di tengah-tengah bangsa Anda utk menyempurnakan agama Ibrahim. Bila Anda bertemu dgn dia tetaplah Anda bersamanya.” Zaid berhenti berkelana. Dia kembali ke Mekah menunggu nabi yg dijanjikan. Ketika Zaid sedang dalam perjalanan pulang. Allah mengutus Muhammad menjadi nabi dan rasul dgn agama yg hak. Tetapi Zaid belum sempat bertemu dgn beliau dia dihadang perampok-perampok Badui di tengah jalan dan terbunuh sebelum ia kembali ke Mekah. Waktu dia akan menghembuskan napasnya yg terakhir Zaid menengadah ke langit dan berkata “Wahai Allah jika Engkau mengharamkanku dari agama yg lurus ini janganlah anakku Sa’id diharamkan pula daripadanya.” Allah memperkanankan doa Zaid. Serentak Rasulullah mengajak orang banyak masuk Islam Sa’id segera memenuhi panggilan beliau menjadi pelopor orang-orang beriman dgn Allah dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad saw. Tidak mengherankan kalau Sa’id secepat itu memperkenankan seruan Muhammad. Sa’id lahir dan dibesarkan dalam rumah tangga yg mencela dan mengingkari kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Qurasy yg sesat itu. Sa’id dididik dalam kamar seorang ayah yg sepanjang hidupnya giat mencari agama yg hak. Bahkan dia mati ketika sedang berlari kepayahan mengejar agama yg hak. Sa’id masuk Islam tidak seorang diri. Dia masuk Islam bersama-sama istrinya Fathimah binti al-Khattab adik perempuan Umar bin Khattab. Karena pemuda Qurasy ini masuk Islam dia disakiti dan dianiaya dipaksa kaumnya supaya kembali kepada agama mereka. Usaha mereka tidak berhasil. Bahkan sebaliknya Sa’id dan istrinya sanggup menarik seorang laki-laki Qurasy yg paling berbobot baik fisik maupun intelektualnya dalam Islam. Mereka berdualah yg telah menyebabkan ‘Umar bin Khattab masuk Islam. Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail membaktikan segenap daya dan tenaganya yg muda utk berkhidmat kepada Islam. Ketika masuk Islam umurnya belum lbh dari dua puluh tahun. Dia turut berperang bersama Rasulullah dalam tiap peperangan selain peperangan Badar. Ketika itu dia sedang melaksanakan suatu tugas penting lainnya yg ditugaskan Rasulullah kepadanya. Dia turut mengambil bagian bersama kaum muslimin mencabut singgasana Kisra Persia dan menggulingkan kekaisaran Rum. Dalam tiap peperangan yg dihadapi kaum muslimin dia selalu memperlihatkan penampilan dgn reputasi terpuji. Agaknya yg paling mengejutkan ialah reputasinya yg tercatat dalam peperangan Yarmuk. Marilah kita dengarkan sedikit kisahnya pada hari itu. Berkata Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail “Ketika terjadi perang Yarmuk pasukan kami hanya berjumlah 24.000 orang sedangkan tentara Rum berjumlah 120.000 orang. Musuh bergerak ke arah kami dgn langkah-langkah yg mantap bagaikan sebuah bukit yg digerakkan tangah-tangan tersembunyi. Di muka sekali berbaris pendeta-pendeta perwira-perwira tinggi dan paderi-paderi yg membawa kayu salib sambil mengeraskan suara membaca doa. Doa itu diulang-ulang oleh tentara yg berbaris di belakang mereka dgn suara mengguntur.” Tatkala tentara kaum muslimin melihat musuhnya seperti itu kebanyakan mereka terkejut lalu timbul rasa takut di hati mereka. Abu Ubaidah bangkit mengobarkan semangat jihad kepada mereka. Kata Abu Ubaidah dalam pidatonya antara lain “Wahai hamba-hamba Allah! menangkan agama Allah pasti Allah akan menolong kamu dan memberikan kekuatan kepada kamu!” “Wahai hamba-hamba Allah! tabahkan hati kalian krn ketabahan adl jalan lepas dari kekafiran jalan mencapai keridaan Allah dan menolak kehinaan.” “Siapkan lembing dan perisai! tetaplah tenang dan diam kecuali mengingat Allah dalam hati kalian masing-masing. Tunggu perintah saya selanjutnya insya Allah!” Kemudian Sa’id melanjutkan ceritanya. Tiba-tiba seorang prajurit muslim keluar dari barisan dan berkata kepada Abu Ubaidah “Saya ingin syahid sekarang adakah pesan-pesan Anda kepada Rasulullah?” Jawab Abu Ubaidah “Ya ada! Sampaikanlah salam saya dan kaum muslimin kepada beliau. Katakan kepada beliau sesungguhnya kami telah mendapatkan apa yg dijanjikan Tuhan kami!” Setelah mengucapkan kata-kata itu saya lihat dia menghunus pedang dan terus maju menyerang musuh-musuh Allah. Saya membanting diri ke tanah dan berdiri di atas lutut saya. Saya bidikkan lembing saya lalu saya melompat menghadang musuh. Tanpa terasa perasaan takut lenyap dgn sendirinya di hati saya. Tentera muslimin bangkit menyerbu tentara Rum. Akhirnya Allah memenangkan kaum muslimin. Sesudah itu Sa’id bin Zaid turut berperang menaklukan Damsyiq. Setelah kaum muslimin memperlihatkan kepatuhan Abu Ubaidah bin Jarrah mengangkat Sa’id bin Zaid menjadi wali di sana. Dialah wali kota pertama dari kaum muslimin setelah kota itu dikuasai. Dalam masa pemerintahan Bani Umayah merebak suatu isu dalam waktu yg lama di kalangan penduduk Yatsrib terhadap Sa’id bin Zaid. Yakni seorang wanita bernama Arwa binti uwais menuduh Sa’id bin Zaid telah merampas tanahnya dan menggabungkannya dgn tanah Said sendiri. Wanita tersebut menyebarkan tuduhannya itu ke seantero kaum muslimin dan kemudian mengadukan perkaranya kepada Wali Kota Madinah Marwan bin Hakam. Marwan mengirim beberapa petugas kepada Sa’id utk menanyakan perihal tuduhan wanita tersebut. Sahabat Rasulullah ini merasa prihatin atas fitnah yg dituduhkan kepadanya itu. Kata Sa’id “Dia menuduhku menzaliminya . Bagaimana mungkin saya menzaliminya padahal saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda “Siapa saja yg mengambil tanah orang lain walaupun sejengkal nanti di hari kiamat Allah memikulkan tujuh lapis bumi kepadanya. Wahai Allah! dia menuduh saya menzaliminya. Seandainya tuduhan itu palsu butakanlah matanya dan ceburkan dia ke sumur yg dipersengketakannya dgn saya. Buktikanlah kepada kaum muslimin sejelas-jelasnya bahwa tanah itu adl hak saya dan bahwa saya tidak pernah menzaliminya.” Tidak berapa lama kemudian terjadi banjir yg belum pernah terjadi seperti itu sebelumnya. Maka terbukalah tanda batas tanah Sa’id dan tanah Arwa yg mereka perselisihkan. Kaum muslimin memperoleh bukti Sa’idlah yg benar sedangkan tuduhan wanita itu palsu. Hanya sebulan sesudah itu wanita tersebut menjadi buta. Ketika dia berjalan meraba-raba di tanah yg dipersengketakannya dia pun jatuh ke dalam sumur. Kata Abdullah bin Umar “Memang ketika kami masih kanak-kanak kami mendengar orang berkata bila mengutuk orang lain ‘Dibutakan mata kamu seperti Arwa’.” Peristiwa itu sesungguhnya tidak begitu mengherankan. Karena Rasulullah saw. bersabda “Takutilah doa orang teraniaya. Karena antara dia dgn Allah tidak ada batas.” Maka apalagi kalau yg teraniaya itu salah seorang dari sepuluh sahabat Rasulullah saw. yg telah dijamin masuk surga Sa’id bin Zaid tentu lbh diperhatikan oleh Allah SWT.

Baliau termasuk seorang yang doanya selalu dikabulkan oleh Allah, diriwayatkan bahwa Arwa binti Uwais telah melakukan kebohongan dengan menuduh beliau merampas sebagian tanah miliknya, kemudian perempuan itu pergi ke Marwan bin Al-Hakam yang saat itu menjabat sebagai gubernur Madinah, dan mengadukan permasalahannya, maka Marwanpun mengutus seseorang kepada Sa’id untuk menghadap kepadanya, lalu Marwan berkata kepadanya : Sesungguhnya wanita ini menuduh engkau telah merampas tanahnya, Sa’id berkata : Bagaimana mungkin saya menzhaliminya sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang melakukan kezhaliman sejengkal maka akan ditimpakan kepadanya beban dari tujuh langit”. (Muttafaqun alaih), Marwan berkata : “Jadi engkau harus bersumpah”, Sa’id berkata : “Ya Allah jika wanita ini berdusta, maka janganlah engkau matikan dia kecuali matanya lebih dahulu buta, dan menjadikan kuburnya di sumur kemudian meninggalkan tanah yang diklaim sebagai miliknya kuburannya”. Setelah waktu berjalan, mata Arwa menjadi buta dan selalu dituntun oleh budaknya, dan pada suatu malam dia bangun dari tidurnya sedangkan budaknya belum bangun lalu berjalan dan dirinya tercebur ke dalam sumur yang ada di dalam rumahnya lalu mati dan dijadikan sumur itu sebagai kuburnya.

Sa’id adalah sahabat yang sangat terkenal dikalangan manusia, beliau mencintai mereka dan merekapun mencintainya, dan saat terjadi fitnah dikalangan umat Islam beliau tidak ikut di dalamnya, beliau sangat tekun dalam ketaatan kepada Allah dan beribadah kepada-Nya hingga akhir wafatnya pada tahun 51/52 Hijriyah dan dikuburkan di Madinah Al-Munawwarah.

Wahai Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id diharamkan pula daripadanya.” (Do’a Zaid untuk anaknya Sa’id)

ZAID BIN ‘AMR BIN NUFAIL,(ayahada Said) berdiri dari orang banyak yang berdesak-desak menyaksikan kaum Quraisy berpesta merayakan salah satu hari besar mereka.Kaum pria memakai serban Sundusi yang mahal, yang kelihatan seperti kerudung Yaman yang lebih mahal. Kaum wanita dan anak-anak berpakaian bagus warna manyala, dan mengenakan perhiasan indah-indah. Hewan-hewan ternak pun dipakaikan bermacam-macam perhiasan ditarik orang untuk disembelih di hadapan patung-patung yang mereka sembah.

Zaid bersandar ke dinding Ka’bah seraya berkata, “Hai kaum Quraisy! Hewan itu diciptakan oleh Allah. Dialah yang menurunkan hujan dari langit supaya hewan-hewan itu minum sepuas-puasnya. Dialah yang menumbuhkan rumput-rumputan, supaya hewan-hewan itu makan sekenyang-kenyangnya. Kemudian kalian sembelih hewan-hewan itu tanpa menyebut nama-Nya. Sungguh bodoh dan sesat kalian!”


Al Khatthab, ayah ‘Umar bin Khatthab berdiri menghampiri Zaid, lalu ditamparnya Zaid. Kata Al Khatthab, “Kurang ajar kau! Kami sudah sering mendengar kata-katamu yang kotor itu. Namun kami biarkan saja. Kini kesabaran kami sudah habis!” Kemudian dihasutnya orang-orang bodoh supaya menyakiti Zaid. Zaid benar-benar disakiti mereka dengan sungguh-sungguh sehingga dia terpaksa menyingkir dari kota Makkah ke bukit Hira’.

Al Khatthab menyerahkan urusan Zaid kepada sekelompok pemuda Quraisy untuk menghalang-halanginya masuk kota. Karena itu Zaid terpaksa pulang dengan sembunyi-sembunyi.

Kemudian Zaid bin ‘Amr bin Nufail berkumpul — ketika orang-orang Quraisy lengah — bersama-sama dengan Waraqah bin Naufal, ‘Abdullah bin Jahsy, ‘Utsman bin Harits, dan Umaimah binti ‘Abdul Muthalib bibi Nabi Muhammad Saw. Mereka berbicara mengenai kepercayaan masyarakat ‘Arab yang sudah jauh tersesat. Kata Zaid, “Demi Allah! Sesungguhnya saudara-saudara sudah maklum bangsa kita sudah tidak mempunyai agama. Mereka sudah sesat dan menyeleweng dari agama Ibrahim yang lurus. Karena itu marilah kita pelajari suatu agama yang dapat kita pegang jika saudara-saudara ingin beruntung.”

Keempat orang itu pergi menemui pendeta-pendeta Yahudi, Nasrani, dan pemimpin-pemimpin agama lain untuk menyelidiki dan mempelajari agama Ibrahim yang murni. Waraqah bin Naufal meyakini agama Nasrani. ‘Abdullah bin Jahsy dan ‘Utsman bin Harits tidak menemukan apa-apa. Sedangkan Zaid bin ‘Amr bin Nufail mengalami kisah tersendiri. Marilah kita dengar ceritanya.

Kata Zaid, “Saya pelajari agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi keduanya saya tinggalkan karena saya tidak memperoleh sesuatu yang dapat menenteramkan hati saya dalam kedua agama tersebut. Lalu saya berkelana ke seluruh pelosok mencari agama Ibrahim. Ketika saya sampai ke negeri Syam, saya diberitahu tentang seorang Rahib yang mengerti Ilmu Kitab. Maka saya datangi Rahib tersebut, lalu saya ceritakan kepadanya pengalaman saya belajar agama.

Kata Rahib tersebut, “Saya tahu anda sedang mencari agama Ibrahim, hai putera Makkah.”

Jawabku, “Betul, itulah yang saya inginkan!”

Kata Rahib, “Anda mencari agama yang dewasa ini sudah tak mungkin lagi ditemukan. Tetapi pulanglah Anda ke negeri Anda. Allah akan membangkitkan seorang Nabi di tengah-tengah bangsa Anda untuk menyempurnakan agama Ibrahim. Bila Anda bertemu dengan dia, tetaplah Anda bersamanya.”

Zaid berhenti berkelana. Dia kembali ke Makkah menunggu Nabi yang dijanjikan. Ketika Zaid sedang dalam perjalanan pulang, Allah mengutus Muhammad menjadi Rasul dengan agama yang hak. Tetapi Zaid belum sempat bertemu dengan beliau, dia dihadang perompak-perompak Badui di tengah jalan, dan terbunuh sebelum ia sampai kembali ke Makkah. Waktu dia akan menghembuskan nafas yang terakhir, Zaid menengadah ke langit dan berkata, “Wahai Allah! Jika Engkau mengharamkanku dari agama lurus ini, maka janganlah anakku Sa ‘id diharamkan pula daripadanya.”

SA’ID BIN ZAID

Allah memperkenankan do’a Zaid. Serentak Rasulullah mengajak orang banyak masuk Islam, Sa’id segera memenuhi panggilan beliau, menjadi pelopor orang-orang yang beriman dengan Allah dan membenarkan kerasulan Nabi-Nya, Muhammad saw.

Tidak mengherankan kalau Sa’id secepat itu memperkenankan seruan Muhammad. Sa’id lahir dan dibesarkan dalam rumah tangga yang mencela dan mengingkari kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy yang sesat itu. Sa’id dididik dalam kamar seorang ayah yang sepanjang hidupnya giat mencari agama yang hak. Bahkan dia mati ketika sedang berlari kepayahan mengejar agama yang hak.

Sa’id masuk Islam tidak seorang diri. Dia Islam bersama-sama isterinya, Fathimah binti Al Khatthab, adik perempuan ‘Umar bin Khatthab. Karena pemuda Quraisy ini masuk Islam, dia disakiti dan diani’aya, dipaksa oleh kaumnya supaya kembali kepada agama mereka. Tetapi jangankan orang Quraisy berhasil mengembalikan Sa’id suami isteri kepada kepercayaan nenek moyang mereka, sebaliknya Sa’id dan isterinya sanggup menarik seorang laki-laki Quraisy yang paling berbobot baik pisik maupun intelektualnya masuk ke dalam Islam. Mereka berdualah yang telah menyebabkan ‘Umar bin Khatthab masuk Islam.

Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail membaktikan segenap daya dan tenaganya yang muda untuk berkhidmat kepada Islam. Ketika dia masuk Islam umurnya belum lebih dari dua puluh tahun. Dia turut berperang bersama-sama Rasulullah dalam setiap peperangan, selain peperangan Badar. Ketika itu dia sedang melaksanakan suatu tugas penting lainnya yang ditugaskan Rasulullah kepadanya. Dia turut mengambil bagian bersama-sama kaum muslimin mencabut singgasana Kisra Persia dan menggulingkan ke Kaisaran Rum. Dalam setiap peperangan yang dihadapi kaum muslimin dia selalu memperlihatkan penampilan dengan reputasi terpuji. Agakanya yang paling mengejutkan ialah reputasinya yang tercatat dalam peperangan Yarmuk. Marilah kita dengarkan sedikit kisahnya pada hari itu.

Berkata Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail, “Ketika terjadi perang Yarmuk, pasukan kami semuanya berjumlah 24.000 orang tentara. Sedangkan tentara Rum yang kami hadapi berjumlah 120.000 tentara. Musuh bergerak ke arah kami dengan langkah-langkah yang mantap bagaikan sebuah bukit yang digerakkan tangan-tangan tersembunyi. Di muka sekali berbaris Pendeta-pendeta, Perwira-perwira tinggi/panglima-panglima, dan Paderi-paderi yang membawa kayu salib sambil mengeraskan suara membaca do’a. Do’a itu diulang-ulang oleh tentara yang berbaris di belakang mereka dengan suaru mengguntur.

Tatkala tentara kaum muslimin melihat musuh mereka seperti itu, kebanyakan mereka terkejut, lalu timbul takut di hati mereka. Abu ‘Ubaidah bangkit mengobarkan semangat jihad kepada mereka. Kata Abu ‘Ubaidah dalam pidatonya antara lain, “Wahai hamba-hamba Allah! Menangkan agama Allah! Pasti Allah akan menolong kamu, dan memberikan kekuatan kepada kamu!

“Wahai hamba-hamba Allah! Tabahkan hati kalian! Karena ketabahan adalah jalan lepas dari kekafiran; jalan mencapai keridhaan Allah, dan menolak kehinaan.

“Siapkan lembing dan perisai! Tetaplah tenang dan diam! Kecuali dzikrullah (mengingat Allah) dalam hati kalian masing-masing.

“Tunggu perintah saya selanjutnya! Insya Allah!”

Kemudian Sa’id melanjutkan ceritanya. Tiba-tiba seorang prajurit muslim keluar dari barisan dan berkata kepada Abu ‘Ubaidah, “Saya ingin syahid sekarang. Adakah pesan-pesan Anda kepada Rasulullah?”

Jawab Abu ‘Ubaidah, “Ya, ada! Sampaikan salam saya dan salam kaum muslimin kepada beliau. Katakan kepada beliau, sesungguhnya kami telah mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhan kami benar-benar terbukti!”

Sesudah dia mengucapkan kata-katanya itu, saya lihat dia menghunus pedang dan terus maju menyerang musuh-musuh Allah. Saya membanting diri ke tanah, dan berdiri di atas lutut saya. Saya bidikkan lembing saya, lalu saya tikam seorang melompat menghadang musuh. Tanpa terasa, perasaan takut lenyap dengan sendirinya di hati saya. Tentara muslimin bangkit menyerbu tentara Rum. Perang berkecamuk segera berkobar dengan hebat. Akhirnya Allah memenangkan kaum muslimin.

Sa’id bin menjadi wali kota Damsyiq

Sesudah itu Sa’id bin Zaid turut berperang menaklukkan Damsyiq. Setelah kaum muslimin memperlihatkan kepatuhan, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah mengangkat Sa’id menjadi Wali di sana. Dialah Wali Kota pertama dari kaum muslimin setelah kota itu dikuasai.

Di masa pemerintahan Bani Umaiyah, Sa’id bin Zaid dituduh merampas tanahnya yang saling berbatasan. Tuduhan tersebut digunjingkannya kepada kaum muslimin. Kemudian dia mengadu kepada Marwan bin Hakam Wali Kota Madinah ketika itu.

Marwan mengirim beberapa petugas menanyakan kepada Sa’id tentang tuduhan wanita tersebut. Sahabat Rasulullah ini merasa prihatin atas tuduhan yang dituduhkan kepadanya. Kata Sa’id, “Dia menuduh saya menzaliminya (merampas tanahnya yang berbatas dengan tanah saya). Bagaimana mungkin saya menzaliminya, padahal saya telah mendengar Rasulullah bersabda: ‘Siapa yang mengambil tanah orang lain walaupun sejengkal, nanti di hari kiamat Allah akan memikulkan tujuh lapis bumi kepadanya.’ Wahai Allah! Dia menuduh saya menzaliminya. Seandainya tuduhannya itu palsu, butakanlah matanya dan ceburkan dia ke sumur yang dipersengketakannya dengan saya. Buktikanlah kepada kaum muslimin sejelas-jelasnya bahwa tanah itu adalah hak saya dan bahwa saya tidak pernah menzaliminya.”

Tidak berapa lama kemudian, terjadi banjir yang belum pernah terjadi seperti itu sebelumnya. Maka terbukalah tanda batas tanah Sa’id dan tanah Arwa yang mereka perselisihkan. Kaum muslimin memperoleh bukti, Sa’idlah yang benar, sedangkan tuduhan wanita itu palsu. Hanya sebulan antaranya sesudah itu, wanita tersebut menjadi buta. Ketika dia berjalan meraba-raba di tanah yang dipersengketakannya, dia pun jatuh ke dalam sumur.

Kata ‘Abdullah bin Umar, “Memang, ketika kami masih kanak-kanak, kami mendengar orang berkata bila mengutuk orang lain, ‘Dibutakan Allah kamu seperti Arwa.”

Peristiwa itu sesungguhnya tidak begitu mengherankan. Karena Rasulullah pernah bersabda: “Takutilah do’a orang teraniaya. Karena antara dia dengan Allah tidak ada batas.”

Maka apa pulakah lagi kalau yang teraniaya itu salah seorang dari sepuluh sahabat Rasulullah yang telah dijamin beliau masuk surga; Sa’id bin Zaid.

No comments:

Post a Comment